Inilah empat kisah wanita yang menolak menutup aurat yang berakhir tragis-Jilbab merupakan busana wajib bagi muslimah demi menutup bagian tubuh
yang diyakini mengundang syahwat para lelaki. Dalam Islam, mulai dari
ujung rambut hingga ujung kaki kaum hawa dipercaya bisa membangkitkan
gairah pria saat memandangnya. Itu sebabnya Tuhan memerintahkan para
wanita mengenakan jilbab bermaksud melindungi mereka dari obyek
pandangan kotor kaum adam.
Namun empat perempuan ini secara tegas menolak menggunakan jilbab.
Mereka bahkan rela mati, cacat, kehilangan pekerjaan, bahkan mendapat
tekanan hidup ketimbang menutupi auratnya. Siapa saja mereka dan
bagaimana kisahnya? Dilansir dari stasiun televisi Al Arabiya, situs
berbagi video Youtube, dan surat kabar the Daily Mail, berikut
ulasannya.
1. Bunuh diri agar tidak berjilbab
Seorang gadis 15 tahun asal Mesir menentang keluarganya memaksa
dirinya mengenakan jilbab. Dia memilih bunuh diri menggunakan senapan
ayahnya ketimbang harus memakai busana syariah.
Gadis bernama Amira itu mengalami tindak kekerasan dari keluarga setelah menolak memakai jilbab. Daripada hidup di bawah tekanan dia diam-diam ke kamar ayahnya, mengambil senapan, dan menembak kepalanya.
Gadis bernama Amira itu mengalami tindak kekerasan dari keluarga setelah menolak memakai jilbab. Daripada hidup di bawah tekanan dia diam-diam ke kamar ayahnya, mengambil senapan, dan menembak kepalanya.
2. Rela cacat demi tidak berjilbab
Seorang perempuan tidak diketahui namanya asal Iran menolak memakai
jilbab. Dia akhirnya ditahan dan dijatuhi hukuman selama tiga tahun
lantaran menolak menutupi auratnya.
Setelah menjalani hukuman dua tahun dia menyebutkan dalam pengakuannya di rekaman dalam situs berbagi video Youtube, tiga orang lelaki tidak diketahui apakah sipir penjara atau bukan, menghampiri dirinya dan mulai memukulinya. Ketiganya juga mematahkan kaki perempuan itu. Tak hanya itu, mereka juga merampok wanita itu hingga lima kali berturut-turut.
Dia bahkan memandang Islam sebagai agama kacau mengajarkan memperkosa dan tidak memandang kaum perempuan sebagai pribadi manusia utuh.
Setelah menjalani hukuman dua tahun dia menyebutkan dalam pengakuannya di rekaman dalam situs berbagi video Youtube, tiga orang lelaki tidak diketahui apakah sipir penjara atau bukan, menghampiri dirinya dan mulai memukulinya. Ketiganya juga mematahkan kaki perempuan itu. Tak hanya itu, mereka juga merampok wanita itu hingga lima kali berturut-turut.
Dia bahkan memandang Islam sebagai agama kacau mengajarkan memperkosa dan tidak memandang kaum perempuan sebagai pribadi manusia utuh.
3. Rela kehilangan pekerjaan asal tidak berjilbab
Ghazala Khan asal Pakistan dipecat dari perusahaan perumahan
tempatnya bekerja. Perusahaan itu milik seorang muslim konservatif
berbasis di Inggris yang mengharuskan karyawannya memakai jilbab bahkan
bercadar (burka).
Dia telah bekerja di perusahaan itu selama sembilan tahun. Sedari awal pemilik perusahaan membiarkannya bekerja tanpa jilbab, namun di tahun terakhirnya tekanan memakai jilbab semakin kencang.
Dia telah bekerja di perusahaan itu selama sembilan tahun. Sedari awal pemilik perusahaan membiarkannya bekerja tanpa jilbab, namun di tahun terakhirnya tekanan memakai jilbab semakin kencang.
4. Perempuan Sudan rela dicambuk asalkan tidak berjilbab
Amira Usman Hamid, wanita asal Sudan ini menyatakan dirinya siap
dicambuk demi mempertahankan haknya agar rambutnya tetap terlihat untuk
menentang hukum layaknya aturan yang diterapkan Taliban.
Amira menghadapi sebuah kemungkinan dicambuk jika dinyatakan bersalah pada sebuah sidang yang bakal digelar pada 19 September mendatang, seperti dilansir surat kabar the Daily Mail, Senin (9/9).
Di bawah undang-undang Sudan, semua wanita harus menutupi rambutnya dengan jilbab. Namun Amira, 35 tahun, menolak aturan itu.
Alhasil, kasus Amira telah menarik dukungan dari pegiat hak-hak sipil dan kasusnya menjadi isu terbaru dalam menyoroti serangkaian hukum di Sudan terkait aturan moralitas, yang mulai berlaku setelah kudeta yang didukung kelompok Islam oleh Presiden Umar al-Bashir pada 1989.
Mereka ingin kita menjadi seperti wanita Taliban, kata Amira dalam sebuah wawancara mengacu pada gerakan fundamentalis pemberontak di Afghanistan itu.
Dia dituntut dengan Pasal 152, yang melarang pakaian tidak senonoh.
Namun, para pegiat mengatakan hukum yang samar-samar telah membuat wanita menjadi subjek polisi dan target tidak sebanding dalam upaya untuk menjaga ketertiban umum.
Amira menjelaskan saat itu dia sedang mengunjungi kantor pemerintah di Daerah Jebel Aulia, tepat di luar Kota Khartoum, pada 27 Agustus lalu ketika seorang polisi mengatakan kepadanya untuk menutupi kepalanya.
Dia mengatakan, 'Kamu bukan orang Sudan. Apa agamamu?' ujar Amira menirukan polisi itu. Saya orang Sudan. Saya seorang muslim dan saya tidak akan menutupi kepala saya.
Rambut gelap Amira diwarnai dengan warna emas, dikepang ketat ke belakang.
Pada 2009 kasus yang menimpa seorang wartawan, Lubna Ahmad al-Hussein, menyebabkan kecaman dari dunia internasional dan menjadi perhatian dari para pegiat perempuan di Sudan.
Lubna didenda lantaran memakai celana panjang di depan umum tetapi dia menolak untuk membayar denda. Dia menghabiskan satu hari di belakang jeruji besi sampai Persatuan wartawan Sudan membayar denda atas namanya.
Sumber : Merdeka.comAmira menghadapi sebuah kemungkinan dicambuk jika dinyatakan bersalah pada sebuah sidang yang bakal digelar pada 19 September mendatang, seperti dilansir surat kabar the Daily Mail, Senin (9/9).
Di bawah undang-undang Sudan, semua wanita harus menutupi rambutnya dengan jilbab. Namun Amira, 35 tahun, menolak aturan itu.
Alhasil, kasus Amira telah menarik dukungan dari pegiat hak-hak sipil dan kasusnya menjadi isu terbaru dalam menyoroti serangkaian hukum di Sudan terkait aturan moralitas, yang mulai berlaku setelah kudeta yang didukung kelompok Islam oleh Presiden Umar al-Bashir pada 1989.
Mereka ingin kita menjadi seperti wanita Taliban, kata Amira dalam sebuah wawancara mengacu pada gerakan fundamentalis pemberontak di Afghanistan itu.
Dia dituntut dengan Pasal 152, yang melarang pakaian tidak senonoh.
Namun, para pegiat mengatakan hukum yang samar-samar telah membuat wanita menjadi subjek polisi dan target tidak sebanding dalam upaya untuk menjaga ketertiban umum.
Amira menjelaskan saat itu dia sedang mengunjungi kantor pemerintah di Daerah Jebel Aulia, tepat di luar Kota Khartoum, pada 27 Agustus lalu ketika seorang polisi mengatakan kepadanya untuk menutupi kepalanya.
Dia mengatakan, 'Kamu bukan orang Sudan. Apa agamamu?' ujar Amira menirukan polisi itu. Saya orang Sudan. Saya seorang muslim dan saya tidak akan menutupi kepala saya.
Rambut gelap Amira diwarnai dengan warna emas, dikepang ketat ke belakang.
Pada 2009 kasus yang menimpa seorang wartawan, Lubna Ahmad al-Hussein, menyebabkan kecaman dari dunia internasional dan menjadi perhatian dari para pegiat perempuan di Sudan.
Lubna didenda lantaran memakai celana panjang di depan umum tetapi dia menolak untuk membayar denda. Dia menghabiskan satu hari di belakang jeruji besi sampai Persatuan wartawan Sudan membayar denda atas namanya.
Like Dan Share Jika Kamu Suka Artikelnya Dan Terima Kasih Sudah Berkunjung Di Blog Sederhana Ini
Follow @posterkini |
|
0 komentar:
Post a Comment