Rentetan demonstrasi pada 1998 lalu membuat pemerintahan Soeharto tidak bergerak. Tak hanya itu, Soeharto merasa dikhianati sejumlah orang kepercayaannya ketika ingin membenahi kabinetnya yang sudah berada di ujung tanduk.
Meski tidak pernah mengungkapkannya ke publik, Soeharto menyimpan nama orang-orang yang dianggap pernah mengkhianatinya. Pemandangan itu justru terekam jelas ketika menjelang hari-hari akhir Soeharto.
Selama menjalani perawatan di rumah sakit, Soeharto dan keluarga sempat menolak kehadiran orang yang dianggapnya pengkhianat. Tanpa segan-segan, Soeharto dan keluarga menolak kedatangan mereka untuk menjenguk atau melihat langsung kondisinya.
Berikut nama-nama mereka yang dianggap Soeharto sebagai pengkhianat.
1. Harmoko
Dalam perjalanan pemerintahan yang dipegang Soeharto, Harmoko termasuk orang terdekat dan dianggap paling setia dalam Soeharto. Harmoko menjabat sebagai menteri penerangan selama tiga periode kabinet pembangunan yaitu Kabinet Pembangunan IV (1983-1998), Kabinet Pembangunan V (1998-1993) dan Kabinet Pembangunan VI (1993-1997).
Harmoko merupakan salah satu orang yang mengusulkan agar Soeharto kembali menjabat sebagai presiden untuk periode 1998-2003 sebelum pelaksanaan Sidang Istimewa MPR. Harmoko berusaha meyakinkan dengan memberikan data-data bahwa rakyat masih menginginkannya menjadi presiden dan tidak ada calon lain yang pantas menduduki jabatan itu. Usulan itu lantas disetujui Soeharto.
Sesuai rencana, sidang yang digelar pada tanggal 10 Maret 1998, sebagai Ketua MPR, Harmoko sukses mengendalikan Sidang Umum MPR untuk memperpanjang masa kepresidenan Soeharto sekali lagi.
Demonstrasi besar-besaran yang dilakukan mahasiswa dan masyarakat justru meminta sebaliknya. Massa tetap meminta agar pasangan yang baru terpilih, Soeharto dan Habibie turun dari jabatannya.
Tidak tanggung-tanggung, massa mengepung dan menduduki Gedung MPR/DPR selama beberapa minggu.
Tanpa diduga-duga, dalam hitungan kurang dari tiga bulan atau tepatnya pada 18 Mei 1998, Harmoko mengeluarkan keterangan pers dan meminta agar Soehartomundur.
"Pimpinan Dewan baik ketua maupun wakil-wakil Ketua mengharapkan demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri," kata Harmoko ketika itu.
Banyak yang menduga, pernyataan itu keluar karena Harmoko merasa ketakutan. Pasalnya, rumah keluarganya di Solo dibakar massa, kondisi itu membuat Harmoko memilih untuk balik badan dan melawan orang yang telah membesarkan namanya.
2. BJ Habibie
BJ Habibie menjabat sebagai menteri negara riset dan teknologi yang pertama pada tahun 1978. Jabatan Habibie sebagai menristek terus dipertahankan hingga empat periode kabinet Pembangunan. Terakhir Habibie menjabat sebagai menristek pada 1998 atau total selama 20 tahun sebelum akhirnya menjadi wakil presiden dan naik sebagai presiden menggantikan Pak Harto.?
Habibie tercatat menjadi orang yang dianggap pengkhianat oleh Soeharto.?
Menjelang meninggalnya Pak Harto, BJ Habibie sempat menjenguk keadaan Soeharto yang masih menjalani perawatan. Namun, kedatangannya ditolak, bahkan keluarganya tidak memberikannya kesempatan untuk menemui Soeharto.
Apa salah Habibie?
Pada Mei 1998, Soeharto sempat mengutarakan niatnya untuk mundur kepada Habibie, namun tidak sendirian, dia mengajak Habibie untuk turut mundur juga. Namun, keinginan itu ternyata mendapat penolakan dari Habibie.
Dengan tegas, Habibie menjelaskan, ketika presiden mundur, maka secara konstitusi akan digantikan wakilnya. Mendengar itu, Soeharto hanya diam saja. Sejak itu pula, ia juga tidak pernah menyapa, termasuk ketika mengumumkan pengunduran dirinya kepada publik.
Ketika itu, Soeharto melewati Habibie tanpa menoleh dan menyapa sedikit pun. Dalam bukunya, Habibie kembali menceritakan, dia merasa sakit hati diperlakukan seperti itu oleh Soeharto.
3. Ginandjar Kartasasmita
Selain kedua tokoh sebelumnya, Ginandjar Kartasasmita merupakan salah satu sosok yang tak ingin ditemui Soeharto hingga akhir hayatnya.?
Jauh sebelum kejatuhannya, Ginandjar merupakan salah satu menteri kesayangan Pak Harto. Dulu, Ginandjar dan Akbar Tandjung memimpin para menteri bidang ekonomi menulis surat menolak ikut dalam kabinet Soeharto yang akan dibentuk.
Menanggapi surat itu, Soeharto mengutus Habibie membujuk mereka mengubah niatnya. Namun, Habibie dinilai justru menggunakan kesempatan itu untuk merayu Ginandjar dan Akbar guna mendukungnya menjadi presiden jika Soeharto memutuskan berhenti.
Saat Habibie naik menjadi presiden, Ginandjar tetap menyandang jabatan yang sama seperti sebelumnya. Sejak itu, karier politiknya terus melesat tajam. Ginandjar menjadi tokoh elit Golkar ketika dipimpin Akbar Tandjung.
Like Dan Share Jika Kamu Suka Artikelnya Dan Terima Kasih Sudah Berkunjung Di Blog Sederhana Ini
Follow @posterkini |
|
0 komentar:
Post a Comment